Saturday, March 4, 2017

Laparoscopy for My Endometriosis



Serem banget ya baca judulnya hehehehe...
Sebagai perempuan dan khususnya yang struggling with infertility (seperti saya), Endometriosis dan Laparoskopi, adalah istilah yang sering didengar. 
So, saya pengen sharing sedikit mengenai 2 hal ini supaya teman-teman yang mungkin didiagnosa endometriosis dan akan melakukan laparoskopi, punya bayangan dan sedikit informasi. 
Warning!! Banyak terdapat informasi yang blak-blak kan, read at your own risk 😅


Related image
The Endometriosis
Pertama, cerita tentang endometriosisnya dulu. Endometriosis adalah a condition resulting from the appearance of endometrial tissue outside the uterus and causing pelvic pain. 
Gejala awal banget dari penyakit ini yang saya ingat adalah panggul pegal dan menjalar sampai pangkal paha. Sering nyeri-nyeri di perut bawah. Saya perhatikan, setelah selesai menstruasi, di tengah-tengah siklus, saya mengalami light spotting about 2-3 days. Namun karena pada saat menstruasi saya tidak merasakan sakit yang abnormal, saya pikir everything was fine. 
Until....sampai pada satu waktu, pada saat berhubungan ada rasa sakit di pelvic area. Something must be wrong, time to go to the doctor. Setelah pemeriksaan usg transvaginal, memang terlihat ada abnormal mass. Dokter minta cek darah untuk memastikan bahwa abnormal mass itu benar2 abnormal dengan item check CA 125. Sempat kaget, why cancer marking? Tapi ternyata itu "bukan" untuk confirming itu cancer, tapi hanya untuk memastikan itu adalah masa yang tumbuh abnormal dan validasi untuk melakukan operasi. Yep, the test come back positive dan dokter menganjurkan untuk tindakan laparoskopi untuk mengangkat endometriosis yang saya derita.


The Laparoscopy
So, what is Laparoscopy? Setahu saya ini adalah metode operasi dengan 
minimum invasi/saytan, dan dengan bantuan kamera optik yang dimasukkkan, sehingga dokter bisa melihat dan melakukan tindakan tanpa sayatan besar terbuka seperti operasi pada umumnya. Biasanya dilakukan untuk kasus penyakit di area abdominal, such as usus buntu atau seperti dalam kasus saya, endometriosis.
Operasi ini akan dilakukan dengan bius total. Jadi persiapannya cek darah lengkap, X-ray dan EKG. H-1 saya sudah diminta menginap di RS supaya persiapan operasinya lancar.
Pagi sekitar jam 6.30 operasi saya mulai. Jam 7.30 suami sudah dipanggil masuk untuk dijelaskan dokter hasil operasinya. Saya masih di ruang recovery untuk menghilangkan efek bius. 
The result was, Endometriosis saya grade 3 (paling parah grade 4). Sedikit kaget karena gangguan yang saya rasakan relatively mild, saya pikir maksimum grade 2, I guess I was wrong hehehehe. Dokter menerangkan, divonis grade 3 karena letak endo tersebut, membuat tuba saya yang kanan tersumbat dan mengganggu kondisi fimbria saya juga. Walaupun begitu, tetap merasa bersyukur, karena dokter tidak melihat any further problem selain dari itu. Alhamdulillah.

Bonus: Dengan laparoskopi, dokter bisa sekalian melihat apakah ada yang gangguan lain dalam organ reproduksi kita yang menyebabkan gangguan fertilitas.

Post Laparoscopy
So after the surgery, saya lihat bekas sayatan saya di perut, very tiny, ada di 3 lokasi, di bawah pusar dan di sisi kanan kiri perut bawah saya. Selama seminggu kedepan diperban terus, dan next control dokter akan membuka perban and all DONE!! Total Recovery timing dari laparoskopi cukup singkat, sekitar 1 minggu, setelah itu bisa beraktivitas normal seperti biasa. But maybe Sit Up, Abs Crunches or Swimming still not a good idea until the next month 😎

Treatment for Endometriosis
Setelah endometriosis diangkat, I thought that was it, ternyata there is more...Pas kontrol, dokter sampaikan bahwa sewaktu laparoskopi, dia hanya bisa removing endometriosis yang terlihat olehnya. Bisa jadi ada endo-endo lain di posisi lain, yang tidak terlihat olehnya dan belum terangkat. Therefore, doctor prescribed me lupron. Itu semacam obat penekan hormon estrogen, yang merupakan "makanan" dari endos. Tujuannya adalah membuat endos yang belum terangkat tidak mendapatkan supply makanannya, so they will die eventually. I was injected 2 times with Lupron. Efek sampingnya seperti menopause, no period, hot flashes, sweating alot, Miss V dryness, etc. After having lupron, ternyata membutuhkan obat-obatan untuk reversing kerja lupron dan butuh waktu to get my hormones back to balance.  Butuh sekitar 3 bulanan sebelum menstruasi lancar dan normal lagi.

Post treatment for Endometriosis
Is it worth it? Buat saya iya banget. Rasanya setelah treatment endometriosis, yang jelas sudah pain free dan no spotting di tengah-tengah siklus. Alhamdulillah banget...

So now, after endometriosisnya beres, karena salah satu tuba saya sudah dalam kondisi yang tidak bagus, dokter menyarankan apabila mau trying to conceive, better be assisted artinya bayi tabung. Saya dan suami percaya, apapun yang come in our way itu bukan kebetulan. Allah bisa melakukan apapun, kapanpun, lewat siapapun yang dikehendakiNya. Jadi kita hanya perlu untuk taat dengan skenarioNya.

Jadilah kami memutuskan untuk melakukan my 3rd IVF attempts dengan Ijin-Nya, Alhamdulillah.... 
Bismillah...Ikhtiar sebaik yang kita bisa dan sepenuh hati semata-mata karena-Nya, InsyaAllah ibadah duniat akhirat. 


Semangat All Mom-to-be 😉
Love,
Tyas



No comments:

Post a Comment